Kekerasan pada Anak – Bagaimana kita bisa menghentikan, setidaknya meminimalisir tindak kekerasan terhadap anak dalam masyarakat kita. Pertama, harus ada pemahaman bersama dari seluruh komponen masyarakat bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh sebab itu, siapapun, dengan alasan apapun, tidak boleh melakukan kekerasan terhadap anak. Tindak Kekerasan pada Anak akan dijerat dengan pasal-pasal ketentuan pidana dalam UU perlindungan anak yang bisa dihukum maksimal hukuman kurungan 15 tahun dan denda Rp 600.000,00.
Kedua, masyarakat perlu meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak. Kita tidak boleh lagi apriori terhadap jerit tangis anak di rumah tetangga yang tidak wajar, kita boleh lagi apriori misalkan ada tetangga yang mengasuk anak-anak namun menutup diri dari pergaulan tetangga, para dokter dan tenaga medis serta paramedis lainnya tidak bisa lagi apriori manakala ada pasien yang datang dengan keluhan yang mencurigakan, dan sebagainya.
Ketiga, media massa hendaklah tidak mengekspose berita-berita kekerasan tanpa batas. Pemberitaan tanpa visi, hanya mengabdi pada rating dan industri boardcasting serta tiras penerbitan akan mengorbankan masyarakat, khsusunya anak, karena anak akan cepat meniru apa yang dilihatnya tanpa mengetahui akibat dari setiap pilihan tindakan.
Keempat, pengakkan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum. UU Perlindungan Anak sesungguhnya sudah cukup berat dalam ketentuan sanksi kepada para pelaku kekerasan terhadap anak, namun di lapangan sering ketentuan tersebut tidak diterapkan. Banyak aparat hukum yang menjerat pelaku hanya dengan KUHP sehingga hukumannya sangat ringan. Alasannya, polisi belum tahu atas UU Perlindungan Anak, tetapi patut diduga ada permaianan uang dalam kasus-kasus kekerasan terhadap anak, mengingat banyak kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh jaringan mafia dengan kekuatan uang di belakangnya.
Kelima, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan pemberantasan kemiskinan. Angka-angka indikator makro ekonomi ternyata tidak terasakan oleh lapisan miskin kota. Mereka tetaplah kelompok marginal yang tidak memiliki akses ekonomi dan bentuk-bentuk kesejahteraan lainnya. Mengingat banyaknya kasus kekerasan terhadap anak berlangsung di perkotaan darn dari keluarga miskin, maka saatnya orientasi pemberantasan kemiskinan di perkotaan memperoleh perhatian lebih, dengan metode yang tepat, dan simpul-simpul penentu kebijakan yang mudah diakses oleh mereka.
Semoga lima rumusan diatas bisa menginspirasi pelaksanaan perlindungan kekerasan pada anak-anak. Sehingga bisa menghentikan, setidaknya meminimalisir tindak kekerasan terhadap anak dalam masyarakat kita. sumber: http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/83-kekerasan-terhadap-anak-mengapa.html. STOP Kekerasan pada Anak!